Ditulis sebagai bahan mengikuti kegiatan LKM HIMMAH
Disusun
Oleh : Irvanuddin
A.
Pendahuluan
Manusia
adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup sendiri tanpa melakukan interaksi
dengan individu lainnya. Pada hakikatnya setiap individu tidak ada yang
sempurna, masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan tersebut
akan terpenuhi manakala melakukan interaksi sosial.
Dalam
melakukan interaksi sosial, seluruh anggota masyarakat menciptakan suatu sistem
nilai dan norma. Sistem nilai dan norma tersebut berfungsi sebagai
acuan/pedoman dalam melakukan segala aktivitas di masyarakat. Begitu juga
dengan para kader HIMMAH yang mana tanpa adanya norma, kader HIMMAH cenderung
melakukan peran sosial semaunya sendiri. Hal tersebut akan berdampak timbulnya
ketidakseimbangan sosial. Sistem norma yang telah ada tidak serta merta akan
membentuk para kader yang tertib, seimbang dan harmonis. Namun untuk itu diperlukan
adanya “kesadaran sosial bagi seluruh anggota HIMMAH (Kader HIMMAH)”.
“HIMMAH
adalah barisan terpelajar, calon intelektual Al-Washliyah dan ini bukan sesuatu
alasan yang tanpa alasan atau subjektivisme yang berlebihan. Paling tidak ada
beberapa alasan untuk itu. Pertama, HIMMAH merupakan kumpulan orang yang
terdidik dari diversifikasi disiplin ilmu. Kedua, watknya yang well informed,
jujur, dan berani. Ketiga, HIMMAH adalah satu-satunya organ bagian
Al-Washliyah yang mampu beradaptasi dan berkompetisi diluar Al-Washliyah sampai
hari ini”[1].
Pembangunan karakter (character building)
semakin menemukan momentumnya belakangan ini, bahkan menjadi salah satu program
prioritas Kementerian Pendidikan Nasional. “Upaya ke arah pembangunan karakter
tersebut dilandasi oleh kondisi karakter manusia
umumnya dewasa ini, sejak dari level internasional sampai kepada tingkat
personal individual, khususnya bangsa kita, kelihatan mengalami berbagai
disorientasi dan kemerosotan”[2]. Karena itu, harapan dan seruan dari berbagai kalangan masyarakat kita
dalam beberapa tahun terakhir untuk pembangunan kembali watak atau karakter
melalui pendidikan karakter menjadi semakin meningkat dan nyaring. Karena itu,
kebijakan Mendiknas mengutamakan pendidikan karakter dapat menjadi momentum penting dalam
konteks ini di tanah air kita.
Sekarang ini dari hari ke
hari kita menyaksikan semakin meningkatnya penyimpangan moral dan akhlak pada berbagai kalangan masyarakat, termasuk di dalamnya para kader HIMMAH. Serbuan
globalisasi nilai-nilai dan gaya hidup yang tidak selalu kompatibel dengan
nilai-nilai dan norma-norma agama, sosial-budaya nasional dan lokal Indonesia
telah menggiring mereka (Kader HIMMAH) memiliki gaya hidup hedonistik,
materialistik sebagaimana banyak ditayangkan dalam telenovela dan sinetron pada
berbagai saluran TV Indonesia. Ada kecenderungan, Kader HIMMAH tidak mampu
melawan arus “gaya” yang menempel bersama modernisasi ini. Akibatnya, tidak
heran kita menyaksikan banyak mahasiswa yang terlibat dalam tawuran, kekerasan
senior atas yunior, penggunaan obat-obat terlarang, tindakan asusila, dan
bentuk-bentuk tindakan kriminal lainnya. Celakanya, berbagai bentuk pelanggaran itu dengan segera dan instan menyebar melalui
media komunikasi instan pula seperti internet, HP, dan semacamnya.
B.
Apakah Karakter Itu?
Karakter berasal dari kata Yunani charaktêr
yang mengacu kepada suatu tanda yang terpatri pada sisi sebuah koin. Karakter
menurut Kalidjernih lazim dipahami sebagai
kualitas-kualitas moral yang awet yang terdapat atau tidak terdapat pada setiap
individu yang terekspresikan melalui pola-pola perilaku atau tindakan yang
dapat dievaluasi dalam berbagai situasi. “Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter
diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang daripada yang lain”[3].
Disebut watak jika telah berlangsung dan melekat pada diri seseorang.
Secara psikologis dan socio-cultural
pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi
individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks
interaksi social kultural (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat)
dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas
proses psikologis dan socio-cultural tersebut dapat dikelompokkan dalam
olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual
development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic
development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity
development).
Olah
hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan menghasilkan
karakter jujur dan bertanggung jawab.
Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan
pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif menghasilkan pribadi cerdas. Olah raga berkenaan
dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan
aktivitas baru disertai sportivitas menghasilkan sikap bersih, sehat, dan menarik. Olah
rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam
kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan menghasilkan kepedulian dan kreatifitas.
Bagi suatu bangsa, karakter adalah nilai-nilai keutamaan yang
melekat pada setiap individu warga negara dan kemudian mengejawantah sebagai
personalitas dan identitas kolektif bangsa. Karakter berfungsi sebagai kekuatan
mental dan etik yang mendorong suatu bangsa merealisasikan cita-cita
kebangsaannya dan menampilkan keunggulan-keunggulan komparatif, kompetitif, dan
dinamis di antara bangsa-bangsa lain. Manusia Indonesia
yang berkarakter kuat adalah manusia yang memiliki sifat-sifat: religious, moderat, cerdas, dan mandiri.
1. Religius:
yang dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian taat
beribadah, jujur, terpercaya, dermawan, saling tolong menolong, dan toleran.
2. Moderat : yang dicirikan oleh sikap hidup yang tidak radikal dan
tercermin dalam kepribadian yang tengahan antara individu dan sosial,
berorientasi materi dan ruhani, serta mampu hidup dan kerjasama dalam
kemajemukan.
3. Cerdas : yang dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian yang
rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju.
4. Mandiri : yang dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian merdeka,
disiplin tinggi, hemat, menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja keras, dan
memiliki cinta kebangsaan yang tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai
kemanusiaan universal dan hubungan antarperadaban bangsa-bangsa.
C.
Dampak
Globalisasi Dan Perkembangan Teknologi Terhadap Kader HIMMAH
Globalisasi dan teknologi telah
membuat dunia semakin terbuka akan berbagai informasi dalam waktu yang sangat
singkat, karena globalisasi akan memicu perubahan pada tatanan kehidupan sesuai
dengan karakteristiknya. Tentunya strategi dan implementasi yang tepat dalam
merespon tantangan menjadi sangat penting. Salah satu unsur pembangunan
tersebut yakni sumberdaya manusia, disamping Indonesia memiliki sumberdaya alam
yang tak terukur.
Saat ini, terjadi krisis karakter
dengan melihat bentuk yang sangat jelas. Hal ini bisa terlihat dari korupsi
yang makin menggeliat, baik terlihat dengan kasat mata maupun sembunyi,
perekonomian yang kembang kempis, konflik horizontal, kekerasan atas nama
agama, karakter anarki, dsb. Proses pelemahan ini terjadi karena rapuhnya
sebagai bangsa yang berkarakter dan tidak mengindahkan nilai-nilai. “HIMMAH
memiliki peran penting untuk membangun karakter yang sudah mulai rapuh ini”.
Kita perlu SDM unggul untuk menjadi obat penawar bagi bangsa Indonesia.
Rasa dan semangat kebangsaan
merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan, karena satu sama lain saling
berhubungan. Manifestasinya adalah muncul rasa cinta tanah air dan semangat
solidaritas yang tinggi. “Memang tak mudah untuk membangun hal itu, namun saat
ini pendidikan tersebut benar-benar dibutuhkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
moralitas”.
Kader HIMMAH diharapkan mampu
menjadi pelopor utama dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.
HIMMAH lahir bukan karena partai dan penguasa, melainkan karena ada semacam
kegelisahan dan aksi protes terhadap kondisi negeri yang tidak kunjung sembuh.
Sebagai organisasi mahasiswa, HIMMAH diharapkan mampu berperan dalam
pembentukan masyarakat yang kritis terhadap zaman, korektif terhadap
penyimpangan yang terjadi di masyarakat, dan sikap konstruktif untuk
memperbaiki keadaan sebagai jalan lain dari kemunduran. “Itulah pendidikan yang
sesungguh-sungguhnya,
D.
Fungsi Kader HIMMAH Dalam Pengembangan Karakter Kebangsaan
Fungsi pengembangan keterampilan organisasi dan
kepemimpinan mahasiswa merupakan hal yang penting. Hal ini disebabkan
mahasiswa, selain calon ilmuwan, juga calon pemimpin bangsa di masa depan.
Mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda yang nanti diharapkan
sebagai pemimpin. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan secara matang melalui
Latihan Kader Menengah (LKM) HIMMAH .
Persoalan yang dianggap urgen dari kehidupan
kader adalah ketika mereka harus menghadapi globalisasi yang ditandai dengan
tuntutan demokratisasi dan persaingan. Demokrasi menjadi salah satu tuntutan
masyarakat dunia, sebab demokrasi dianggap sebagai suatu sistem pemerintahan
rasional terbaik. Tuntutan terhadap demokratisasi di Indonesia juga semakin
menguat semenjak reformasi. Tuntutan kebebasan berpendapat, penegakan hukum,
perlindungan terhadap HAM, keterbukaan, merupakan indikator dari demokrasi.
Oleh karena itu sebagai calon pemimpin, kader HIMMAH dituntut untuk lebih
memahami, dan sekaligus mampu menjalankan prinsip dan nilai-nilai demokrasi.
Meskipun gerakan reformasi tahun 1998 dipelopori oleh mahasiswa, belum semua
mahasiswa paham tentang demokrasi. Berbagai konflik antar mereka pada saat
pemilihan pimpinan organisasi, demontrasi yang berujung pada tindakan yang
anarkis mengindikasikan bahwa belum semua mahasiswa paham tentang demokrasi.
Berdasarkan pada kondisi tersebut, salah satu
pendidikan karakter yang dikembangkan di HIMMAH adalah membangun
karakter pemimpin melalui Latihan Kader Menengah (LKM) HIMMAH. Pendidikan
karakter pemimpin tersebut ditujukan kepada para elit-elit
mahasiswa yang menjadi pengurus organisasi kemahasiswaan, baik organisasi intra
kampus maupun organisasi Ekstra kampus.
Latihan Kader Menegah (LKM) HIMMAH merupakan
peningkatan jenjang pelatihan setelah mengikuti Latihan Kader Dasar (LKD),
dengan pola ini, diharapkan prinsip dan karakter kepemipinan kader akan
terbangun, sehingga diharapkan kedepan mereka bisa menjadi pemimpin-pemimpin
yang cerdas, bijak, dan sederhana. Sebagai implementasi dari nilai-nilai
karakter yang telah diperoleh dari
materi-materi yang telah diberikan.
Menurut hemat saya, para pimpinan HIMMAH
diharapkan mampu menjadi contoh atau model bagi kader HIMMAH yang lainnya.
Dengan demikian, selain ada pengendalian diri agar berbuat yang baik, mereka
juga dicontoh oleh kader HIMMAH yang lain. Dengan faktor internal dan eksternal
inilah mereka akan menampilkan karakter
sebagai kader HIMMAH yang cerdas, jujur, bertangggungjawab, dan memiliki
kepedulian terhadap lingkungann maupun sahabatnya. Sebagai bentuk
pengarhargaaan dan sekaligus motivasi kepada para kader HIMMAH.
Masukan
dari saya, setiap tahun atau dua tahun sekali diadakan pemilihan kader
HIMMAH terbaik, baik tingkat pusat, wilayah,
cabang dan tingkat komisariat. Kepada mereka yang menjadi kader atau model
terbaik diberi penghargaan oleh lembaga atau pimpinan berupa surat penghargaan
dan lainnya. Dengan penghargaan ini diharapkan semakin banyak kader yang ingin
menjadi kader berkarakter baik.
E.
Membangun Karakter Kader HIMMAH Yang Berefleksi Dan Bercerdas
Membangun
karakter adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga
berbentuk unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain. “Proses membangun karakter itu memerlukan disiplin tinggi
karena tidak pernah mudah dan seketika atau instant”[4].
Diperlukan refleksi
mendalam untuk membuat rentetan moral choice (keputusan moral) dan
ditindaklanjuti dengan aksi nyata sehingga menjadi praksis, refleksi, dan
praktik. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu
menjadi custom
(kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seorang kader HIMMAH.
HIMMAH
dipersiapkan sebagai intelektual Al-Washliyah yang pada giliranya kelak dapat
memimpin Al-Washliyah secara profesional.
HIMMAH itu
harus berfikir dan berbuat berdasarkan kausalitas, melihat sebab akibat suatu
peristiwa, sehingga tepat dalam menentukan atau memberikan pernyataan. Berfikir
dan bertindak kausalitas, itulah yang dikatakan positive thinking.
Positive thinking itu adalah cirinya manusia intelek. Kemudian dari positive
thinking itu manusia berbuat dengan terencana, terarah dan efesien.
Terbentuknya karakter manusia ditentukan oleh dua faktor,
yaitu nature (faktor
alami atau fitrah) dan nurture (melalui sosialisasi dan
pendidikan). Faktor
lingkungan yaitu usaha memberikan pendidikan dan sosialisasi dapat menentukan
”hasil” seperti apa nanti yang dihasilkannya dari seorang anak. Jadi karakter
seseorang atau individu kader HIMMAH dapat dibentuk dari pengasuhan,
pendidikan, dan sosialisasi positif dari lingkungannya. Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity)
dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan
merupakan karakteristik dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor
biologis maupun faktor sosial psikologis. Setiap individu tentunya memiliki
karakter yang berbeda-beda. Perbedaan karakter individu tersebut disebababkan
oleh banyak hal, seperti lingkungan, biologis individu, polah asuh, budaya, dan
lain sebagainya. Nurture dan nature merupakan
istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik individu dalam hal
fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan.
Karakter
terbentuk dengan dipengaruhi oleh paling sedikit 5 faktor, yaitu: temperamen
dasar kita (dominan, intim, stabil, cermat), keyakinan (apa yang kita percayai,
paradigma), pendidikan (apa yang kita ketahui, wawasan kita), motivasi hidup
(apa yang kita rasakan, semangat hidup) dan perjalanan (apa yang telah kita
alami, masa lalu kita, pola asuh dan lingkungan). Helen Keller (1904)
mengungkapkan “Character cannot be develop in ease and quite.
Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened,
vision cleared, ambition inspired, and success achieved”. Sehingga
dengan karakter yang telah dibangun dengan kokoh, bisa menjadikan seorang
individu tidak mudah dikuasai oleh seseorang ataupun kondisi tertentu.
F.
Peran Kader HIMMAH Dalam Membentuk Karakter Kebangsaan
Penghujung tahun 1960-an adalah merupakan dari
babakan sejarah perjalanan panjang rezim Orde Baru. Sebuah rezim yang runtuh
dipenghujung abad 20 lalu, terutama disaat munculnya tuntutan reformasi.
HIMMAH merupakan salah satu organisasi
mahasiswa yang ikut berperan dalam menurunkan rezim Orde Baru. Sehingga puncak
klimaknya pada penghujung abad 20, rezim Orde Baru dapat dilengserkan. Setelah
turunya rezim Orde Baru, maka menjadi sangat urgen untuk membenahi tata
pemerintahan serta perlunya pembentukan karakter kebangsaan.
“Pembangunan karakter
membentuk peradaban unggul jelas merupakan tanggung jawab semua pihak. Dalam hal
ini, pihak keluarga, sekolah,
masyarakat, pemerintah, dan tentu saja juga berbagai organisasi kemasyarakatan, termasuk gerakan dan organisasi kemahasiwaan di kampus maupun di luar kampus”[5].
Meskipun organisasi kemahasiswaan bukanlah satu-satunya institusi dalam pembangunan
karakter, tetapi menurut hemat saya (gerakan) mahasiswa sebagai kelas menengah
yang terdidik memiliki keberpihakan yang jelas, intelektualitas yang mumpuni,
dan sensitivitas yang tinggi untuk menyentuh persoalan-persoalan riil
masyarakat.
Ada beberapa hal yang perlu
dilakukan oleh Kader HIMMAH dalam rangka menumbuhkan karakter yang visioner.
Pertama, perlu dilakukan penguatan
peran mahasiswa sebagai kader HIMMAH. Kader HIMMAH perlu berefleksi tentang
peran dan tugas mereka sebagai kelas terdidik yang tidak hanya belajar di
kelas, tetapi memainkan peranan penting sebagai iron stock yang
melanjutkan perjalanan bangsa. Dan, untuk kepentingan itu, belajar tidak cukup
di dalam ruang kelas yang terbatas, tetapi lingkungan, termasuk organisasi
kemahasiswaan seperti HIMMAH harus pula dipahami sebagai wahana pembelajaran
yang penting bagi pemupukan bekal mereka di kemudian hari.
Banyak contoh yang telah diwariskan oleh
(gerakan) atau organisasi mahasiswa pada masa yang lalu untuk memberikan bhakti
tertentu bagi masyarakat berbangsa dan bernegara, bahkan jauh sebelum Indonesia
merdeka. Beberapa di antaranya sudah dicatat dalam sejarah perjalaan bangsa.
Perhimpunan Indonesia, pada tahun 1922, yang dimotori oleh Mohammad Hatta di
Belanda, bergerak untuk mewujudkan visi kemerdekaan Indonesia dalam cara
pandang mahasiswa. Tahun 1970, gerakan mahasiswa yang dimotori oleh Wilopo,
bergerak untuk melawan praktek korupsi pemerintahan Orde Baru, dan kemudian
membentuk Gerakan Anti Korupsi. Tahun 1974, gerakan mahasiswa, yang dimotori
Hariman Siregar, Adnan Buyung Nasution, dan kawan-kawan, juga turun ke jalan
untuk melawan liberalisasi dan menolak kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei
Tanaka. Gerakan ini kemudian meletuskan Tragedi
Malari. Satu dasawarsa lebih yang lalu, gerakan mahasiswa juga turun ke
jalan-jalan dan melawan otoritarianisme Orde baru dan akhirnya berhasil memaksa
Soeharto lengser keprabon.
Kedua orientasi pergerakan kader HIMMAH yang
mencerdaskan. Menurut hemat saya munculnya gerakan mahasiswa yang mewujud
sebagai labeling identitas simbolik dan aktivitas “daripada tidak”,
disebabkan mahasiswa gagal memaknai gerakan dan mendefinisikan “musuh”
yang dilawan. Dan karena “tidak mau susah”, akhirnya aktivis mahasiswa terjebak
pada aktivititas seremonial. Para Kader HIMMAH di kampus maupun di luar kampus
seringkali hanya berperan sebagai event organizer dalam banyak rutinitas
aktivitas, sehingga tidak banyak upgrade kualitas yang mereka dapatkan. Kader HIMMAH semestinya bisa
memainkan perannya dalam mendorong dan mengisi aktivitas gerakan dengan basis
material yang kuat, keberpihakan yang jelas, intelektualitas yang mumpuni, dan
sensitivitas yang tinggi untuk menyentuh persoalan-persoalan riil masyarakat.
Kualitas demikian hanya mungkin dicapai dalam sistem dan kultur aktivitas
gerakan yang mencerdaskan yang memberikan ruang bagi kebebasan nalar dan
pikiran serta mentalitas Kader.
Aktivitas kader HIMMAH semestinya dapat meramu
berbagai programnya dengan berorientasi pada olah hati, olah pikir, olah raga
dan kinestetik, dan olah rasa dan karsa. Sehingga muncul
karakter kader yang jujur dan bertanggung jawab, cerdas, sikap bersih, sehat,
dan menarik, serta memiliki kepedulian dan kreatifitas.
Ketiga, dalam skala yang lebih luas, HIMMAH atau
kader HIMMAH dapat menjalin kerjasama dengan berbagai institusi untuk mengakselerasikan pembentukan karakter pada berbagai segmen, lapisan, dan tingkatan
masyarakat. Karena, bagaimanapun, seperti telah dikemukakan di atas, pembentukan karakter dapat sukses hanya jika seluruh komponen masyarakat dan bangsa
terlibat.
G.
Gotong Royong Merupakan Karakter Bangsa Indonesia Yang Harus
Dilestarikan Oleh Kader HIMMAH
Gotong
Royong merupakan suatu kegiatan sosial yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia
dari zaman dahulu sampai sekarang ini. Rasa kebersamaan ini muncul, karena
adanya sikap sosial tanpa pamrih dari masing-masing individu untuk meringankan
beban yang sedang dipikul. Hanya di Indonesia, kita bisa menemukan sikap gotong
royong ini karena di negara lain tidak ada sikap ini dikarenakan saling acuh
tak acuh terhadap lingkungan di sekitarnya.
Ini
merupakan sikap positif yang harus di lestarikan agar bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang kokoh & kuat di segala lini. Tidak hanya dipedesaan bisa kita
jumpai sikap gotong royong, melainkan di daerah perkotaan pun bisa kita jumpai
dengan mudah walaupun presentasenya lebih kecil. Karena secara culture,budaya
tersebut memang sudah di tanamkan sifat ini sejak kecil hingga dewasa.
Karena
ini merupakan salah satu cermin yang membuat Indonesia bersatu dari sabang
hingga merauke, walaupun berbeda agama, suku & warna kulit tapi kita tetap
menjadi kesatuan yang kokoh. Inilah salah satu budaya bangsa yang membuat
Indonesia, di puja & puji oleh bangsa lain karena budayanya yang unik &
penuh toleransi antar sesama manusia.
Membangun
peradaban sebuah bangsa harus dilakukan dengan membangun budi
pekerti serta membangkitkan semangat kebersamaan. Seperti yang
telah dilakukan oleh para agamawan dan tokoh-tokoh generasi pendiri NKRI.
Menurut Bung Karno, Indonesia bila ingin kembali berjaya seperti Sriwijaya dan
Majapahit tidak bisa hanya dilakukan oleh satu golongan saja, tetapi
harus dilakukan secara bersama oleh semua komponen bangsa dengan
melibatkan masyarakat.
Nilai-nilai
dasar Pancasila sangat penting untuk selalu dimaknai kembali, karena generasi
di masa mendatang belum tentu bisa menghayati Pancasila sebagai perekat dasar
yang mempersatukan Indonesia.
Indonesia
merdeka karena adanya semangat gotong royong, kebersamaan dan bahu membahu.
Setelah reformasi semangat tersebut seperti agak ditinggalkan. Salah satu
penyebabnya adalah penggunaan uang atau dana sebagai tolok ukur yang cukup
untuk partsipasi dalam kegiatan kemasyarakatan.
“Di
beberapa desa bahkan secara nyata uang menjadi perusak semangat gotong royong
warga desa. Kehadiran dalam sebuah kebersamaan pun terkadang diwakili dengan
uang. Tidak hadir ronda cukup bayar denda. Tidak hadir dalam pertemuan cukup
titip uang iuran. Tidak ikut kerja bakti cukup memberi sumbangan”[6].
Program
pemerintah dengan bantuan beras miskin (raskin) yang kurang tepat sasaran
dan dilaksanakan tanpa sebuah kebijaksanaan dalam permusyawaratan telah
menjadikan alasan beberapa kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan raskin,
sedang mereka merasa miskin, akhirnya tidak mau lagi ikut kerja bakti.
Dalam
banyak peristiwa terorisme belakangan ini salah satu penyebabnya adalah tidak
berjalannya pengawasan masyarakat adalah sudah mulai lunturnya semangat gorong
royong. Dengan kurangnya semangat gotong royong, maka masyarakat menjadi tidak
peka terhadap sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Gotong royong adalah pola
pertahanan terbaik dalam masyarakat, gotong royong mampu menjadi alat
komunikasi yang efektif.
Yang
masih diharapkan untuk terus menjaga kegotongroyongan adalah masyarakat
Indonesia sendiri. Dalam hal ini, HIMMAH sebagai Organisasi kemahasiswaan
diharapkan mampu menanamkan prinsip kebersamaan kepada para kadernya. Sehingga
dengan ditanamkanya prinsip kebersamaan, diharapkan para kader HIMMAH mampu
menumbuhkan semangat gotong royong terhadap sesama.
Dalam
arena Latihan Kader Dasar (LKD) HIMMAH, para kader mulai mendapatkan
pembelajaran tentang nilai-nilai kebersamaan dari biro Instruktur. Namun tidak
mudah untuk menanamkan prinsip kebersamaan kepada para kader yang mempunyai
latar belakang yang berbeda-beda antara kader yang satu dengan yang lainya.
Setelah beberapa hari mengikuti pengkaderan dan pendalaman tentang
materi-materi yang diberikan, para kader HIMMAH mulai mempunyai rasa saling
membutuhkan antara satu dengan yang lainya. Dan akhirnya tumbuhlah benih-benih
kasih sayang yang menimbulkan nilai-nilai kebersamaan. Selanjutnya, mereka
mulai merasakan manisnya nilai kebersamaan, merasa saling memiliki, saling
terbuka satu sama lain, mampu membangun komunikasi yang lebih baik dan
menganggap sahabatnya seperti keluarganya sendiri. Itulah buah hasil
pengkaderan, yang mana sebelumnya mereka bersifat individualis dan hanya
mementingkan kelompok mereka masing-masing.
Kesadaran
yang timbul ketika mengikuti pelatihan kader yaitu: kesadaran ilmiah dan
kesadaran amaliyah. Dari dua kesadaran ilmiah dan amaliah itu, HIMMAH menjadi
semakin mapan dalam melaksanakan program-program, baik menggarap kampus maupun
dakwah atau bakti sosial kepada masyarakat.
Dan
setelah selesai mengikuti pengkaderan, diharapkan para kader HIMMAH mampu
menerapkan dan mengaplikasikan prinsip kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam lingkungan kampus maupun lingkungan masyarakat. Melalui prinsip
kebersamaan, para kader HIMMAH mampu menjadi penjaga pilar kejayaan Pancasila
dengan tetap menjaga semangat kegotongroyongan di dalam kehidupan bermasyarakat
dan berkebangsaan.
H.
Penutup
Dalam
melakukan interaksi sosial, seluruh anggota masyarakat menciptakan suatu sistem
nilai dan norma. Sistem nilai dan norma tersebut berfungsi sebagai
acuan/pedoman dalam melakukan segala aktivitas di masyarakat. Begitu juga
dengan para kader HIMMAH yang mana tanpa adanya norma, kader HIMMAH cenderung
melakukan peran sosial semaunya sendiri. Hal tersebut akan berdampak timbulnya
ketidakseimbangan sosial. Sistem norma yang telah ada tidak serta merta akan
membentuk para kader yang tertib, seimbang dan harmonis. Namun untuk itu
diperlukan adanya “kesadaran sosial bagi seluruh anggota HIMMAH (Kader HIMMAH)”
.
Membangun
karakter adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga
berbentuk unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain.
Proses membangun karakter itu memerlukan disiplin tinggi karena tidak pernah
mudah dan seketika atau instant. Diperlukan refleksi mendalam untuk membuat
rentetan moral
choice (keputusan moral) dan ditindaklanjuti dengan aksi nyata
sehingga menjadi praksis, refleksi, dan praktik. Diperlukan sejumlah waktu
untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk
watak atau tabiat seorang kader HIMMAH.
HIMMAH merupakan salah satu organisasi
mahasiswa yang ikut berperan dalam menurunkan rezim Orde Baru. Sehingga puncak
klimaknya pada penghujung abad 20, rezim Orde Baru dapat dilengserkan. Setelah
turunya rezim Orde Baru, maka menjadi sangat urgen untuk membenahi tata
pemerintahan serta perlunya pembentukan karakter kebangsaan Khususnya bagi
kader HIMMAH itu sendiri.
Karakter seseorang atau individu kader HIMMAH dapat
dibentuk dari pengasuhan, pendidikan, dan sosialisasi positif dari
lingkungannya. Setiap individu
memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang
diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan
karakteristik dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun
faktor sosial psikologis. Setiap individu tentunya memiliki karakter yang
berbeda-beda. Perbedaan karakter individu tersebut disebababkan oleh banyak
hal, seperti lingkungan, biologis individu, polah asuh, budaya, dan lain
sebagainya. Nurture dan nature merupakan
istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik individu dalam hal
fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan.
Yang
masih diharapkan untuk terus menjaga kegotongroyongan adalah masyarakat
Indonesia sendiri. Dalam hal ini, HIMMAH sebagai Organisasi kemahasiswaan
diharapkan mampu menanamkan prinsip kebersamaan kepada para kadernya di dalam
atau luar arena pengkaderan. Sehingga dengan ditanamkanya prinsip kebersamaan,
diharapkan para kader HIMMAH mampu menumbuhkan semangat gotong royong terhadap
sesama.
Kesadaran
yang timbul ketika mengikuti pelatihan kader yaitu: kesadaran ilmiah dan
kesadaran amaliyah. Dari dua kesadaran ilmiah dan amaliah itu, HIMMAH menjadi
semakin mapan dalam melaksanakan program-program, baik menggarap kampus maupun
dakwah atau bakti sosial kepada masyarakat.
Dan
setelah selesai mengikuti pengkaderan, diharapkan para kader HIMMAH mampu
menerapkan dan mengaplikasikan prinsip kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam lingkungan kampus maupun lingkungan masyarakat. Melalui prinsip
kebersamaan, para kader HIMMAH mampu menjadi penjaga pilar kejayaan Pancasila
dengan tetap menjaga semangat kegotongroyongan di dalam kehidupan bermasyarakat
dan berkebangsaan.
I.
Daftar Pustaka
1.
Ismed Batubara dan Ja’far , Bunga
Rampai Al-Jam’iyatul Washliyah, Banda Aceh: Al-Washliyah University Press
(AUP) 2010.
2.
Kementerian Pendidikan Nasional, Rencana
Induk Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa, Jakarta, 2010.
3.
Dasim Budimansyah, Penguatan Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Membangun Karakter Bangsa, Bandung: Widya Aksara Press,
2010, hal 30.
4. Mubiar
Purwasasmita, “Memaknai Konsep Alam Cerdas dan kearifan Nilai Budaya Lokal
dalam Pendidikan Karakter Bangsa”, dalam Prosiding seminar Aktualisasi
Pendidikan Karakter, Bandung: Widya Aksara Press, 2010
[1] Ismed Batubara dan Ja’far , Bunga Rampai Al-Jam’iyatul Washliyah,
Banda Aceh: Al-Washliyah University Press (AUP) 2010, Hal 176.
[2] Kementerian Pendidikan Nasional, Rencana
Induk Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa, Jakarta, 2010
[3] Kamus Poerwadarminta
[4] Dasim
Budimansyah, Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun Karakter
Bangsa, Bandung: Widya Aksara Press, 2010, hal 30.
[5] Mubiar Purwasasmita, “Memaknai Konsep Alam
Cerdas dan kearifan Nilai Budaya Lokal dalam Pendidikan Karakter Bangsa”, dalam
Prosiding seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter, Bandung: Widya Aksara
Press, 2010
[6] Masyarakat Desa Penjaga Terakhir semangat Perjuangan Gotong Royong,
Abula Media.com, 2011